“Tapi
nanti, setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi
seluruh bumi.” (Petikan Wangsit Siliwangi)
Ketahuilah,
bahwa revolusi yang akan terjadi nanti
bukan hanya penggulingan kekuasaan semata, tapi juga akan terjadinya perubahan
ketatanegaraan, perubahan hukum, ideologi, juga perubahan bentuk negara, dari
negara demokrasi sekuler menjadi Negara Islam. Inilah zaman yang sudah sekian
lama dinantikan oleh kaum muslimin, zaman yang mana di dalamnya tercipta
keadilan, berkah, dan penuh rahmat Allah karena telah diterapkannya hukum Allah
di muka bumi ini. Namun Prabu Siliwangi mengatakan; Tapi nanti, kemenangan itu akan tiba setelah Gunung
Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi.
Berbicara
mengenai Gunung Gede, bahwa gunung tersebut merupakan sebuah gunung yang berada
di wilayah tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Gunung
yang memiliki ketinggian 1.000 – 3.000 m.dpl ini juga merupakan bagian dari
jalur gunung berapi yang membujur dari Sumatera, Jawa, hingga Nusa Tenggara.
Rangkaian gunung ini terbentuk akibat dari pergeseran lapisan kulit bumi secara
terus menerus selama periode aktivitas geologi yang tidak stabil, yaitu pada
periode Quartener.[1]
Gunung Gede juga merupakan salah satu dari 35
gunung yang masih aktif dan berjenis stratovolcano yang harus diwaspadai. Stratovolcano
yang dikenal sebagai gunung api komposit, adalah sebuah gunung berapi, tinggi
kerucut dibangun oleh banyak lapisan (strata) dari lava mengeras, tephra, batu
apung, dan abu vulkanik. Letusan gunung jenis stratovolcano terjadi mirip
sebotol air berkarbonasi dibuka. Setelah volume kritis dari magma dan gas
terakumulasi, hambatan disediakan oleh kerucut vulkanik diatasi, dan letusan
akan terjadi secara tiba-tiba.[2]
Sebuah stratovolcano terkenal adalah Gunung Krakatau yang terkenal karena
letusan bencana pada tahun 1883.
Gunung
Gede ini diwaspadai akan meletus, karena selama 50 tahun terakhir tidak
meletus. Gunung Gede terakhir meletus pada tahun 1957 dengan letusan yang cukup
dahsyat. Masa istirahat Gunung Gede ini sudah melebihi siklus sedang gunung
ini, yakni 40 tahun.[3] Maka,
benarlah apa yang dikatakan oleh Prabu Siliwangi akan adanya letusan Gunung
Gede nanti. Sudah merupakan hal yang pasti sebab gunung ini merupakan gunung
yang masih aktif normal. Sedangkan yang dimaksud disusul oleh tujuh gunung
adalah gunung-gunung yang juga akan meletus yang berada di Sumatera, Jawa, dan
Nusa Tenggara mengingat gunung-gunung tersebut merupakan bagian dari jalur
Gunung Gede yang terbentuk akibat dari pergeseran lapisan kulit bumi.
Gunung
Gede, Gunung Bromo, Gunung Anak Krakatau, Gunung Slamet merupakan beberapa gunung berapi yang
memiliki rangkaian cincin api (ring of fire) yang mana gunung-gunung berapi tersebut
berada di dalamnya saling sambung menyambung. Sehingga jika yang satu menjadi
aktif, maka kemungkinan besar gunung berapi lainnya akan ikut aktif juga. Maka,
bukan tidak mungkin setelah Gunung Sinabung di Sumatera dan Gunung Kelud di
Jawa Timur meletus, dan Gunung Slamet yang mulai mengeluarkan asap akan mengaktifkan kembali gunung-gunung yang lainnya. Hal
itu juga sebabnya mengapa ketika Gunung Gede nanti meletus akan disusul oleh letusan
gunung lainnya. Dan kini gunung Gede sudah mulai aktif kembali dan pemerintah setempat sudah mencegah para pendaki selama bulan Agustus 2014. Meski tersiar kabar gunung gede selalu "disuntik" agar tidak meletus, tapi apabila Allah sudah berkehendak tidak bisa dihalang-halang dan dicegah meskipun sudah "disuntik" ribuan kali.
Tak
terbayangkan betapa dahsyatnya bencana yang nanti akan terjadi sehingga keadaan
negeri ini pada saat itu begitu mencekam dan mengharukan dimana akan banyak
korban yang berjatuhan. Selain korban akibat gunung meletus, akan banyak juga
korban yang gugur dalam peperangan nanti. Meski demikian, tetaplah kita
senantiasa berlindung kepada Allah SWT dan selalu berdoa agar kita senantiasa
ada dalam lindungan-Nya.
Meletusnya
Gunung Gede yang kemudian akan disusul oleh tujuh gunung lainnya, berkaitan
dengan akan bergantinya kekuasaan di Negara Indonesia. Hal ini pula erat
kaitannya dengan akan terjadinya revolusi di negara ini sekaligus penggulingan
kekuasaan yang berdampak adanya vacuum of power. Namun, upaya untuk menggulingkan kekuasaan
apalagi keinginan untuk mendirikan Pasundan Islam bukanlah hal yang mudah,
melainkan disana membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Maka, bukan hal yang
tidak mungkin bahwa pada saatnya nanti dapat dipastikan akan terjadinya
peperangan. Jadi, peperangan inilah yang dimaksud oleh Prabu Siliwangi yang
mengatakan “Génjlong deui sajajagat”[4]
(Ribut lagi seluruh bumi).
Kaum
muslimin yang merupakan pengusung, penyeru, dan pelaksana kebenaran, maka
kekuatan kebatilan dan kesesatan, dan pengikut hawa nafsu dan orang yang
berbuat kerusakan akan selalu menjadi musuh bagi agama Islam dan pemeluknya
sepanjang masa. Atau, mereka menjadi orang-orang yang menyelisihi kaum muslimin
dalam hal metode dan prinsip sesuai dengan tingkat penyelisihannya.
Ini
merupakan karakter segala sesuatu dan sudah menjadi tatanan kehidupan. Selama
ada kebenaran, pasti ada kebatilan. Selama itu pula ada konflik antara
pendukung kebenaran dan pendukung kebatilan. Selama ada yang benar, pasti ada
yang salah, dan akan selalu ada pertentangan dan perbedaan antara keduanya.
Orang-orang
yang beriman berperang di jalan Allah dalam rangka mengokohkan hukum Allah dan memperjuangkan
kebenaran, sedangkan orang-orang kafir berjuang, berkiprah dengan segala cara
dalam rangka mendukung kebatilan dan berupaya mengokohkan sistem demokrasi
liberal yang mana Allah SWT menyebutnya sebagai wali-wali syaitan. Allah SWT
berfirman:
“Orang-orang
yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di
jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan (wali-wali) syaitan itu” (QS.
An-Nisaa’: 76)
Hendaklah diketahui bahwa, peperangan yang
nanti akan berlangsung di negeri ini terjadi setelah adanya huru-hara dan
kerusuhan besar-besaran akibat perebutan warisan kekuasaan yang periodenya akan habis di bulan Oktober 2014.
Dalam
istilah pewayangan, peperangan tersebut dinamakan dengan perang Bharatayudha
yang merupakan kisah peperangan antara keluarga Pandawa dan Kurawa yang terjadi
di Padang Kurusetra. Banyak pula yang menganalogikan bahwa perang Bharatayudha
ini merupakan pertarungan antara sisi baik manusia dan sisi jahat manusia. Sisi
baik disini adalah Pandawa, sedangkan sisi jahatnya adalah Kurawa. Maka, bukan
tidak mungkin bahwa peperangan Bharatayudha ini akan terjadi di dunia nyata.
Peperangan
antara pejuang kebenaran dengan para penguasa yang menentang hukum Allah, yang
menyebar fitnah, kemusyrikan, dan penindasan terhadap kaum muslimin, merampas
dan memeras harta kaum muslimin, baik dengan cara kasar maupun dengan cara
halus, pasti akan terjadi.
Kemudian,
Prabu Siliwangi pun mengatakan bahwa Pajajaran yang baru yakni Pasundan Islam
akan berdiri oleh perjalanan waktu. Hal ini bukan berarti kita hanya tinggal
diam dan menunggu waktunya tiba. Melainkan, diantara sekian banyak keturunannya
wajib untuk mempersiapkannya serta berjuang bersama barisan KAUM MUSLIMIN YANG LURUS AQIDAHNYA untuk mencapai berdirinya Pasundan Islam/
Negara Islam meskipun disana akan mendapatkan ujian.
Di
sini saya mengutip apa yang pernah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
tentang ujian yang sama persis apa yang akan dihadapi dalam memperjuangkan
kebenaran. Beliau berkata: “Ketahuilah semoga Allah SWT memperbaiki kalian,
bahwasanya telah diriwayatkan dengan benar dari berbagai jalan, bahwa Nabi SAW
bersabda:
“Akan
senantiasa ada satu kelompok dari umatku yang selalu dhohir di atas kebenaran,
tidak akan memberikan kemudharatan sedikitpun orang yang mengabaikan mereka dan
menyelisihi mereka sampai terjadi hari kiamat.” (HR. Muslim)
Dalam
menghadapi ujian semacam ini, manusia terbagi menjadi tiga bagian:
1. Tho-ifah Manshurah
(kelompok yang mendapat kemenangan) dan mereka itu adalah para mujahidin yang
memerangi orang-orang kafir penjajah beserta thaghut.
2. Tho-ifah Mukholifah
(kelompok yang menyelisihi) dan mereka itu adalah orang-orang kafir dan
pembela-pembela thaghut yang mengaku dirinya sebagai muslim.
3. Tho-ifah Mukhodzilah
(kelompok yang berpangku tangan dan suka
menggembosi) dan mereka adalah orang-orang yang tidak berjihad, meskipun
merasa Islamnya sudah benar.
Maka,
hendaknya setiap orang melihat dirinya, apakah ia masuk ke dalam golongan Tho-ifah
Manshurah atau Tho-ifah Mukhalifah atau Tho-ifah Mukhadzilah,
dan tidak ada kelompok yang ke empat.
Beliau
juga mengatakan: “Sampai-sampai beliau berkata, Demi Allah seandainya Ash-Shabiqunal
Awwalun (orang-orang yang pertama masuk Islam) dari kalangan muhajirin
dan anshor, seperti Abu Bakar, Umar Ibnu Khattab, Utsman bin ‘Affan, Ali
bin Abi Thalib dan yang lainnya hidup pada zaman kita sekarang ini, pasti
diantara amalan yang paling utama mereka adalah jihad melawan orang-orang kafir
itu, dan tidak ada yang ketinggalan dari peperangan semacam ini kecuali
orang-orang yang merugi dagangannya dan bodoh dirinya dan tidak mendapatkan
bagian yang besar di dunia dan akherat.”[5]
Oleh
karena itu, janganlah menjadi pembela orang-orang kafir penjajah dan thaghut
jika mengaku diri sebagai muslim agar tidak menyesal di kemudian hari. Di sini,
saya sebagai penulis menyarankan agar pada saat terjadinya peperangan nanti hendaknya
segenap kaum muslimin memastikan diri untuk bergabung bersama budak angon dalam memperjuangkan hukum Allah serta berupaya
untuk mendirikan Pasundan Islam/ Negara Islam karena mereka itulah yang
termasuk ke dalam golongan Tho-ifah Manshurah atau golongan yang kelak
dimenangkan oleh Allah SWT.
Selanjutnya,
masalah yang perlu kita pahami adalah cara berjuang menegakkan Islam menurut
tuntunan Allah dan sunnah Nabi-Nya adalah berdakwah dan berjihad. Dan kunci
kemenangan dan turunnya nashrullah[6]
adalah dengan jihad fi sabilillah. Memperjuangkan Islam tanpa jihad
tidak akan meraih nashrullah, melainkan umat Islam akan ditimpa kehinaan
dalam kehidupan dunia. Sebab, Negara Islam adalah negara tauhid yang tidak
boleh diperjuangkan dengan cara-cara yang syirik apapun alasannya. Maka, Islam
yang diperjuangkan dengan cara yang musyrik, tidak mungkin akan mendapatkan nashrullah
dan tidak mungkin menang bahkan akan semakin lemah dan tertindas. Karena sunatullah-nya,
musuh-musuh Islam hanya akan dikalahkan dengan jalan jihad fi sabilillah,
sebagaimana yang terjadi pada masa yang silam yang pernah dilakukan oleh
Rasulullah SAW beserta para sahabatnya.
Maka,
terlepas dari sebuah fenomena alam ataupun sudut pandang secara ilimiah, bahwa secara
hakikat terjadinya Gunung Gede meletus yang kemudian disusul oleh tujuh gunung
lainnya nanti merupakan sebuah nashrullah bagi orang-orang yang beriman
untuk membumihanguskan musuh-musuh Allah yang hendak memadamkan cahaya agama
Allah SWT. Dengan demikian, orang-orang beriman pun akan meraih kemenangannya
dan tibalah saatnya Islam kembali berjaya. Ingatlah, bahwa apa yang dikabarkan
di dalam wangsit siliwangi ini merupakan sebuah kabar gembira bagi umat Muslim di
Indonesia akan adanya pertolongan Allah bagi kita semua untuk
meraih kejayaan, juga akan tiba saatnya untuk memimpin negeri ini dengan
syari’at Islam. Allah SWT berfirman:
“Dan
(ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan
kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang beriman.”(Q.S
Ash-Shaff: 13)
Wallahu 'alam..
(Gugun Sopian - Penulis Best Seller)
[4]
Kata “Genjlong deui sajajagat”
(Ribut/gempar lagi seluruh bumi) diucapkan dua kali oleh Prabu Siliwangi di
dalam wangsitnya. Itulah sebabnya, pada kata yang kedua kalinya ini beliau
menggunakan kata “deui” yang berarti “lagi”. Jika pada kata pertama “Genjlong saamparan jagat” (menggemparkan
seluruh isi bumi) dimaksudkan oleh Prabu Siliwangi pada terjadinya Perang Dunia
Kedua (lihat kembali bab “orang sebrang”), sedangkan pada kata kedua
dimaksudkan oleh beliau akan terjadinya perang lagi yang nantinya akan
melibatkan banyak negara di dunia ini. Dimana pada saatnya nanti, peperangan
ini antara kaum muslimin melawan pemerintahan thaghut yang akan dibantu oleh
kekuatan asing, utamanya adalah Amerika dan sekutunya.
[5]
Kitab Jihad II, h. 58
[6]
Pertolongan Allah