Secara bahasa term hijrah
berasal dari akar kata هـ ج ر yang mengandung dua arti: a) memutuskan, misalnya
seseorang hijrah meninggalkan kampung halamannya menuju kampung lainnya. Ini berarti ia memutuskan hubungan antara dirinya dengan
kampungnya. b) menunjukkan pada arti kerasnya sesuatu الهجر الهجير الهاجرة
berarti tengah hari di waktu panas sangat menyengat (keras).
Al-Asfahaniy cenderung pada arti
pertama. Menurutnya, hijrah berarti berpisahnya seseorang dengan yang lain,
baik berpisah secara badaniah, lisan, atau dengan hati. Meninggalkan suatu
daerah berarti berpisah secara fisik (badan). Membenci seseorang berarti
memisahkan dirinya dengan orang lain secara psikhis (qalbiyah), dan secara
lisan berarti tidak mau berbicara dengan orang lain. Ibn Faris dan al-Asfahaniy
dalam memaknai term hijrah hanya semata-mata melihat dari sisi bahasa saja
tanpa mengaitkan dengan aspek lainnya. Dengan berdasar pada pengertian bahasa
ini, maka orang yang tidak saling berbicara (saling membenci) adalah termasuk hijrah.
Padahal sikap seperti ini adalah terlarang dalam ajaran Islam terutama lebih
dari waktu tiga hari.
Berbeda dengan al-Jurjaniy,
menurutnya hijrah adalah meninggalkan tanah air yang dibawah kekuasaan
orang-orang kafir menuju ke daerah Islam. Pengertian hijrah ini sudah mencakup
pada pengertian istilah, karena ia sudah mengaitkan dan merujuk pada peristiwa
hijrah yang pernah terjadi pada diri Rasulullah saw beserta para sahabatnya.
Berikut ini kutipan hadis Nabi mengenai hijrah yang bersumber dari Umar bin
Khattab yang mendengar langsung dari Nabi saw.
إنما الاعمال بالنيات و إنما لكل
امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله و رسوله فهجرته إل الله و رسوله فمن كانت
هجرته إلى دنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه (رواه بخارى و
مسلم و أبى داود و النساىء و إبن ماجه)
Guna memahami makna term hijrah
dalam hadis di atas, harus kembali memperhatikan pada latar belakang historis
disabdakannya hadis tersebut. Al-Zubair bin Bakkar meriwayatkan bahwa hadis
tersebut disabdakan Nabi saw ketika baru saja tiba di Madinah bersama para
sahabat. Ternyata dalam rombongannya itu terdapat seorang yang ikut hijrah
hanya dengan harapan ingin melamar seorang wanita yang juga ikut berhijrah.
Nabi mengetahui hal ini, lalu beliau naik ke atas mimbar dan menyabdakan hadis
tersebut. Zainuddin al-Hambaliy menyebutkan bahwa seorang wanita yang ingin
dilamar itu bernama Ummu Qais. Riwayat ini dinilai oleh Yahya Ismail Ahmad
sebagai riwayat yang dhaif.
Dengan demikian, hijrah
yang dimaknakan sebagai perpindahan dari suatu daerah menuju ke daerah lain
tidak hanya sekedar pindah, tetapi harus mempunyai tujuan yang jelas dan
didasari oleh motivasi jiwa yang ikhlas. Dilihat dari sisi inilah maka
transmigrasi penduduk di Indonesia, misalnya transmigrasi dari Pulau Jawa ke
Sulawesi atau ke Sumatera, tidak dapat dikategoriklan sebagai hijrah yang
dikehendaki dalam perspektif Islam ini, walaupun secara bahasa sudah termasuk
karena perpindahan mereka meninggalkan kampung halaman mereka.
Sejarah mencatatnya bahwa hijrah
yang tersebut oleh hadis di atas adalah hijrah yang kedua dalam Islam. Ibn
Qutaibah melengkapi informasi hijrah ini dengan mengatakan bahwa peristiwa
hijrah (tibanya di Madinah) ini terjadi pada tangga 12 Rabi’ al-Awal ketika
Nabi berusia 53 tahun atau tahun ke-13 setelah dilantik menjadi Rasul. Kalau
ada hijrah kedua berarti ada hijrah yang pertama. Hijrah yang pertamadalam
Islam adalah hijrahnya para sahabat ke Habasyah (Ethiopia). Informasi ini
terekam dalam riwayat yang bersumber dari Aisyah Ra.
عن عائشة قالت: هاجر إلى الحبشة رجال
من المسلمين و تجهز أبو بكر مهاجرا فقال النبى صلى الله عليه و سلم على رسلك فانى
أرجوا أن يوءذن لى
Kata Ahmad Syalabiy hijrah ke
Habsyah ini terjadi pada tahun ke- 5 setelah Muhammad dilantik menjadi Nabi
atau ketika Nabi saw berusia 45 tahun. Jadi, hijrah dalam artian pindahnya umat
Islam (para sahabat) dari suatu daerah ke daerah lain itu sudah terjadi 2 kali,
pertama hijrahnya ke Habasyah pada tahun ke-5 bi’tsah Nabi, dan yang kedua
hijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun ke-13 bi’tsah Nabi. Hal ini dipertegas
dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal yang bersumber dari
Abu Musa.
فقال النبي صلى الله عليه و سلم : بل
لكم الهجرة مرتين هجرتكم إلى المدينة و هجرتكم إلى الحبشة
Hijrah yang dimaksud di atas adalah
hijrah yang sudah berlalu peristiwanya. Ada lagi hijrah yang saat ini belum
terjadi tetapi suatu saat nanti di akhir zaman akan ada hijrah ke daerah Bait
al-Maqdis di Palestina atau dalam skala yang lebih besar lagi yaitu ke daerah
Syam. Hal ini didasarkan pada informasi dari sebuah hadis yang diriwayatkan Abu
Daud yang bersumber dari sahabat Abdullah bin Umar.
ستكون هجرة بعد هجرة فخيار أهل الارض
ألزمهم مهاجر إبراهيم و يبقى فى الارض شرار أهلها تلفظهم أرضوهم تقذرهم نفس الله و
تحشرهم النارمع القردة و الخنازير
Dalam Fath al-Bariy, hal. 40
al-‘Asqalaniy (852 H/1449 M) mengutip pendapat sebagian ulama bahwa ada hijrah
yang ketiga, yaitu hijrah ke Syam pada akhir zaman nanti di saat fitnah sudah
merambah dan merajalela kemana-mana (zhuhur al-fitan). Wallahu 'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar