Jumat, 31 Januari 2014

Tahapan Membesarkan dan Mendidik Anak Dalam Islam (Bag.1)


            Anak merupakan amanat yang besar dari Allah SWT. Mendidiknya bukan pekerjaan yang remeh, melatihnya dengan norma-norma Islam bukanlah pekerjaan yang sampingan, tapi tanggungjawab yang diemban oleh kedua orang tua. Jalan melatihnya memerlukan prioritas yang harus diutamakan. Membesarkan anak perlu pengorbanan, kesabaran, dan keahlian. Tidak hanya sekedar dibesarkan fisik dan akalnya saja. Jauh lebih utama dari itu, seorang murabbi bertanggungjawab mengenalkan anak kepada Rabb-nya. Tugas dan kewajiban orang tua adalah menjadikannya orang yang taat, tunduk dan patuh kepada Allah semata. Sehingga terjaga dari api neraka dan mempersiapkan mereka menjadi penghuni surga. Allah SWT berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api Neraka”      (QS. At-Tahrim: 6)

            Hal yang sangat penting yang harus diketahui oleh orang tua adalah mengetahui masa yang tepat pada anak dalam membentuk karakter mereka. Masa kanak-kanak ini merupakan fase yang paling subur, paling panjang, dan dominan untuk menanamkan norma-norma yang mapan dan arahan yang bersih ke dalam jiwa anak-anak didik. Berbagai kesempatan bagi orang tua dan semua potensi tersedia secara melimpah dalama fase ini, yaitu dengan adanya fitrah yang bersih. Semakin bertambah usia anak, maka akan semakin sulit mendidiknya.
            Bilamana masa ini bisa dimanfaatkan oleh orang tua secara maksimal, tentu harapan besar untuk berhasil akan mudah diraih pada masa mendatang. Sehingga, kelak akan menjadi seorang pemuda yang tahan menghadapi berbagai macam tantangan, bertakwa, kokoh, kuat lagi tegar. Allah SWT berfirman:

“Dan mereka orang-orang yang berkata, ‘wahai Rabb kami, karuniakanlah kepada kami pasangan-pasangan dan keturunan kami penyejuk mata dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Al-Furqon: 74)

            Jauh sebelum mendidik anak, Allah SWT dan Rasul-Nya memerintahkan kepada kita agar lebih berhati-hati dalam memilih pasangan, karena itu awal mula sebuah pendidikan bagi keturunan. Rasulullah SAW bersabda:

“Pilih-pilih buat menitipkan nuthfah (benih) kalian, nikahilah orang-orang yang sekufu (sepadan) dan nikahkanlah di antara sesama mereka.” (HR. Ibnu Majah)
  
            Rasulullah SAW begitu konkret mengajarkan kita bagaimana mendidik anak ketika masih berupa nuthfah. Ketika Abu Thalhah r.a mengadukan kepada Rasulullah SAW tentang sikap istrinya saat anaknya meninggal, Rasul pun mendoakan keberkahan bagi keduanya dalam pertemuannya malam itu, beliau bersabda:

“Semoga Allah memberkahi kalian berdua pada malam kalian itu” (HR. Muslim)

            Begitu pula ketika datang kepada beliau seorang wanita dari kalangan Bani Juhainah meminta dirajam karena melanggar had, hukumannya ditangguhkan sampai melahirkan. Dalam riwayat lain: hingga menyusuinya dua tahun.
            Begitu luar biasanya perhatian Islam terhadap janin, bahkan seorang ibu hamil diperbolehkan berbuka puasa di bulan Ramadhan bila khawatir dengan kesehatan janinnya. Bayi yang meninggal atau prematur lalu meninggal merupakan kabar gembira bagi para ibu yang mengandungnya, karena kedudukan mereka di sisi Allah SWT yang dapat mengantarkan ibunya ke Jannah. Rasulullah bersabda:

“Demi Allah yang diriku berada di tangan-Nya. Sesungguhnya siqhti (bayi premature yang gugur) benar-benar akan menarik ibunya ke dalam Jannah dengan pusarnya bila sang ibu rela dengan kehilangannnya” (HR. Ibnu Majah)

            Ketika bayi lahir, maka akal dan fisiknya belum berfungsi secara sempurna, baik penglihatan, pendengaran, maupun penciuman. Namun, sentuhan begitu sensitive, sangat kuat sekali, sehingga begitu di sentuh merespon dengan baik terutama bagian tangan dan mulutnya. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan oleh orang tua kepada anak mulai sejak kelahirannya adalah sebagai berikut:
  •         Men-Tahnik-nya[1], memberi nama, meng-aqiqahi, mencukur rambutnya
Dari sinilah kita mengetahui bagaimana Rasulullah SAW memperlakukan seorang bayi. Men-tahnik, memberikan nama yang baik, dirayakan (sebagai bentuk syukur) dengan aqiqah, dan mencukur rambutnya. Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap bayi digadaikan oleh aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuhnya, lalu dicukur dan diberi nama” (HR. Tirmidzi).
  •         Bercengkrama dengan anak kecil
Pada usia satu tahun seorang anak memerlukan perhatian yang lebih besar. Bercengkrama dengannya merupakan sebuah sikap yang dicontohkan Rasulullah SAW terhadap cucunya Al Hasan Ibnu Ali. Abu Hurairah r.a telah meriwayatkan, Rasulullah SAW keluar menuju pasar Bani Qainuqa, beliau berjalan mengelilingi pasar seraya berpegangan tanganku, kemudian duduk-duduk di Mesjid, lalu bertanya, “Mana si kecil yang lucu itu? Panggilkanlah dia untuk datang kepadaku!” Al Hasan pun datang dengan berlari, lalu langsung melompat ke pangkuannya. Rasulullah SAW mencium mulutnya, kemudian berdo’a: “Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah ia dan cintailah siapa yang mencintainya”          (HR. Muslim)
  •           Meng-Khitan anak
Abu Hurairah r.a telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi SAW bersabda: “Fitrah itu ada lima, yaitu berkhitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak”. (HR. Bukhari)
  •           Memangku anak di saat mereka sakit
Usamah ibnu Zaid telah mengatakan, dahulu Nabi SAW pernah mengambilku dan mendudukkanku di atas sebelah pahanya dan mendudukkan Al Hasan Ibnu Ali di atas sebelah pahanya yang lain, kemudian beliau memeluk kami berdua, lalu berdo’a: “Ya Allah, sayangilah keduanya karena sesungguhnya aku menyayangi keduanya”(HR. Bukhari)
  •            Mempercepat shalat karena mendengar tangisan anak
Nabi SAW bersabda: “sesungguhnya bila aku shalat dan bermaksud memperpanjangnya, lalu kudengar suara tangisan anak, maka terpaksa aku mempercepat shalatku, karena aku menyadari bahwa ibunya pasti terganggu oleh tangisan anaknya itu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
  •         Membiarkan anak dalam gendongan meski dalam shalat
Diriwayatkan oleh Abu Qatadah Al Anshari yang telah menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah shalat sembari menggendong Umamah, putri Zainab dari hasil pernikahannya dengan Abul ‘Ash ibnu Rabi’ah ibnu Abdu Syams, sedang Zainab sendiri adalah putri Rasul SAW. Apabila sujud, beliau meletakkan cucunya itu ke tanah dan apabila bangun, beliau menggendongnya kembali.
            Demikianlah Islam begitu indah dalam memperlakukan seorang anak yang masih kecil, sehingga untuk urusan shalat pun tidak menjadi alasan untuk menyia-nyiakannya.
(Gugun Sopian - Penulis Best Seller) 


[1] Mengunyah kurma dan sejenisnya, lalu digosok-gosokkan ke dalam langit-langit mulut bayi, yakni dengan cara meletakkan kurma yang sudah dikunyah di ujung jari, lalu memasukkan jari itu ke dalam mulut si bayi lalu si bayi pun belajar makan dan akhirnya mampu melakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar